Tag Archives: Kata

Rimas

Aku tak pernah merasa perlu mencari-cari bahan obrolan ketika di sampingmu. Bukan karena tak tertarik untuk berbicara. Aku hanya…membiarkan senyap menggelantung dan merasa nyaman dengannya. Kau juga, tetap diam dan berkutat dengan benda-benda kecil di sekitarmu. Begitu hening, hingga benar aku dapat mendengar denting jarum yang terjatuh.

Tapi kali ini tidak.

Kau mengundangku untuk bertanya-tanya dalam ketiadaan kata yang kau ucapkan. Jemarimu resah memainkan ujung pakaian, kepalamu terus menunduk. Ada apa gerangan, pikirku. Aku terus menatapmu, menunggu-nunggu saat kepalamu terangkat dan mata kita beradu. Namun, tidak. Beratus detik, udara di ruanganku mulai menyesakkan.

“Mengapa?” tanyaku memecah senyap seraya mendekatkan jarak denganmu. Sial, sepertinya belum tepat bertanya. Bagaimanalah, terlontar begitu saja.

Tak berbalas.

“Baik, maaf aku salah bertanya.” Pernyataan tersebut bukan murni permintaan maaf. Melainkan–kuharap–menjadi pemantik agar kau menjelaskan.

Tak juga.

“Terserahmu lah.” Aku kesal, teramat kesal. Mengapa merajuk? Diam sekian bahasa, bertingkah seperti anak-anak saja.  Aku menjauh sehasta darimu. Enggan berlama tanya.

“Kau jangan marah padaku,” suaramu bergetar. Kau lalu menatapku dengan linangan air mata. “Kau jangan marah padaku,” ulangmu lagi. Sesunggukan, kau menahan agar tangismu tak menjadi-jadi.

Bingung. “Ti, tidak. Aku tidak marah. Benar aku tidak marah.”

Kau tangkup wajahmu. “Aku rimas.

Duhai… Sudahlah. Jangan menambah-nambah lagi. Cukup aku menampung gundahku sendiri. Satu katamu itu hampir meruntuhkan kekuatanku.

“Mengapa?” tanyaku lagi, lebih seperti berbisik.

“Karena kau, bodoh!” Wajahmu memerah. “Tidakkah kau pernah berpikir bahwa aku sangat mengkhawatirkanmu?” Napasmu tidak teratur, kau membelalakkan mata padaku. Sesuatu yang sangat jarang terjadi.

“Aku tahu.”

“Lalu mengapa bertanya?” intonasimu merendah.

“Aku tahu. Aku tahu kau khawatir padaku, pertanda kau peduli. Tapi biarlah, biar aku yang menanggung.”

“Bodoh! Bodoh! Bodoh!” Puas sekali rasanya aku dilempar dengan kata itu. “Lukamu bukan hanya lukamu. Itu juga lukaku. Kau pikir hanya kau yang menderita?! Tidak.”

Aku menahan diri agar tidak membantah sedikit pun.

“Aku rimas. Dan itu karenamu.” Kau beranjak keluar meninggalkanku, membanting pintu.

Kau menyisakan hening yang menikam.

Serta beningmu, yang tanpa kusadari, mengalir dari sudut mataku.

Halaman Tiga : Dua Tiga

“…yang sehat, yang kuat, yang sabar, yang ikhlas, yang syukur, yang iman…”

Saya rindu rumah.
Ayah. Ibu.
Dan abang yang nun jauh berbeda pulau dari kami bertiga.

Karena walaupun ibu menelpon saya hingga satu bahkan satu setengah jam lamanya, atau ayah yang bersahut, “Adeeek, Adek enggak rindu ayah?”, tetap tidak dapat menggantikan cengkerama mereka.

Karena walaupun abang menanyakan kabar saya, tetap tidak dapat menggantikan jahilnya beliau saat pulang.

Saya hanya rindu.
Tidak lebih.
Namun rindu selalu rakus ruang dalam pikiran, bukan?

Indah Tika Lestari
DYK-BDG, 23/240915

Takbir, dua tiga, rantau.

Halaman Satu : Sang Zona

“The credit belongs to those who are actually in the arena, who strive valiantly; who know the great enthusiasms; the great devotions … and who, at worst, if they fail, fail while daring greatly, so that their place shall never be with those cold and timid souls who know neither victory nor defeat.” -Theodore Roosevelt

Tertampar.
Tepatkah semua keputusan ini? Ataukah ini hanyalah pelarian dari kekhawatiran yang menghinggapi tanpa mengenal waktu–pagi, siang, malam?

Tunggu, sepertinya sirkulasi udara tidak baik di sini. Aku perlu membuka jendela.

Prolog

“Kenapa Sirius? Kenapa bukan Centauri? Proxima Centauri, bintang terdekat dari bumi.
“Yah, kalau ada yang lebih baik ‘kan ga masalah, Bang.”

Selamat datang!

Pada akhirnya saya beralih menggunakan blog dengan platform WordPress. Karena dengan fitur reblog yang ada di Tumblr, saya jadi kurang kreatif dan sekedar mengisi saja. Di sini, saya berusaha mengharuskan diri untuk menulis yang terlintas di sel abu-abu saya.  Acak, absurd. Oh iya, tersedianya kolom komentar mempersilahkan kamu untuk berinteraksi dengan saya–mengenai apapun di tiap postingannya.

Lalu mengapa Sirius, bintang paling terang di langit malam?
Percakapan di atas terjadi antara Longgom―teman sekelas― dan abang tentor bimbel. Beliau bertanya mengapa kelas kami bernama Sirius Nine (XII IPA 9). Saya tersenyum mendengar jawaban Longgom, benar adanya. Namun, penamaan ini pula yang sering disalahpahami. “Serius Nine? Pantaslah, kelen serius-serius kali pulanya.” Dan kami cuma bisa geleng-geleng sambil terkekeh, “Udah salah, ga tau ni orang gimana dalamnya, haha.” Sebuah harapan untuk berpendar seterang itu, bukan mengklaim diri.

Dan blog berdomain siriusku.wordpress.com tercipta!
Enggak, saya aja yang menghubung-hubungkan.

Bisa dibilang gitu juga, hehe. Awalnya blogkata agar mirip dengan URL Tumblr saya. Eh, udah ada. indahtika, juga udah ada. Mau buat apa nih? Lalu mikir keras, bintang aja. Tapi jadi mirip nama kawan, dikira ngefans pula. Sirius? Bagus juga…

*tik tik*

Kok udah ada jugaa? Lalu saya cari situsnya, dan ternyata sudah dihapus. Jadi, kenapa ga bisa? Ah, udah ah. Tambahin -ku aja. Jadi deh, hahaha. Terdengar seperti kepemilikan ya? 🙂

Omong-omong, yang lama mungkin hanya diisi dengan re-blogged setelah ini. Nanti saya coba temukan caranya menghubungkan WordPress dengan Tumblr. Saya juga berencana untuk memberitahu bahwa blog utama saya telah berganti ketika menelurkan tiga-lima tulisan. Supaya ga kering kali saat pertama kali baca. Geer kau, Tikaaa…

Sekali lagi: Selamat datang! Semoga berbuah makna.

Indah Tika Lestari, 030715


Sumber gambar : Google Images